Realita Wanita Menjadi Sumber Godaan Pria Yang Tak Bisa Diremehkan

   Cerita Pendek - Imajinatif


Elcoida - Shanum menceritakan kisah tragisnya. Dia dan Kabir saling menatap seolah sedang bicara lewat hati.

"Baiklah dengar ... kamu harus paham dengan keadaanku."

"Kalo keadaan gak berubah. Maka perasaanku yang akan berubah," jawab Kabir.

Shanum paham untuk itu, wajar saja. Kabir memang cepat jatuh cinta lalu patah hati dalam waktu yang sama.

"Iya." Shanum menjawab ragu.

Flashback
(Masa lalu Shanum)

Revan adalah seorang pria muda yang sukses dalam bidang usaha. Kecintaanya terhadap pengusaha menurun dari sang Ayah. Kini Revan tinggal bersama Ibu, Nenek dan Istrinya. Sedangkan sang Ayah masih ada di luar negeri untuk menyelesaikan pekerjaannya yang sudah sampai Asia.

Revan sedang munuju kantor, perlahan ia meraih ponselnya untuk memberitahu sang istri yang mungkin sekarang sedang menunggu kabar darinya.

"Hallo? Assalamu'alaikum," ucap Revan.

[Iya, Mas. Wa'alaikumussallam.]

"Hari ini aku kedatangan karyawan baru jadi aku harus menelponmu."

[Apa hubungannya dengan itu?]

"Tentu saja ada hubungannya, Shan. Kamu adalah istri aku ... jadi wajib tahu siapa aja yang bekerja sama aku."

[Baiklah, oke. Gak penting banget sebenarnya mah, tapi apa boleh buat? Suamiku yang baik ini masih anggap aku hidup. Hahaha.]

"Dih? Sembarangan kamu ngomong!"

Di seberang sana Shanum hanya tertawa lepas. Revan yang mendengarkan itu juga ikut tertawa, mendengar Shanum tertawa karenanya adalah kebahagiaan tersendiri bagi Revan.

"Aku mencintaimu!"

[Aku juga.]

"Juga apa, Shan?"

[Sama seperti yang kamu katakan.]

"Coba katakan aku mencintaimu."

[Kenapa aku harus mengatakan itu?]

"Karena aku yang memintamu."

[Enggak, ah. Malu, nanti ada Mama dateng.]

"Hei, apa hubungannya dengan itu? Cukup katakan saja! Semua itu mudah, emang dasar cewek aja suka memperibet keadaan."

[Kamu bilang apa barusan? Aku ribet?]

"Eh--itu, anu ...." Revan gelagapan karena suara Shanum berubah menjadi horror.

[Bukan masalah cewek yang suka memperibet keadaan. Tapi emang cowoknya aja yang gak sabaran!]

"Iya ... oke, aku minta maaf."

[Gak lucu!]

"Memang siapa lagi melucu?"

Di seberang sana Shanum menahan kesal yang luar biasa. Tapi ia tetap saja sabar dan tidak menunjukan kemarahannya. Seperti yang kita tahu, memarahi suami itu tidak baik.

"Shanum."

[Apa?]

"Aku mencintaimu."

[Aku juga memcintaimu.]

Revan tersenyum lebar dengan jawaban itu. Kata itulah yang sejak tadi ingin dia dengar dari Shanum, wanita yang sudah dua tahun hidup bersamanya. 

Dari masa lulus kuliah mereka bersama. Shanum menemani Revan dari nol sampai sukses seperti sekarang.

Revan mematikan sambungan telepon melihat seseorang melambaikan tangan di depan mobilnya, terpaksa Revan menghentikan mobilnya sekaligus membuka kaca jendela mobilnya.

"Iya?"

"Maaf, apa boleh aku menumpang pergi ke kantor perusahaan ...." wanita itu menjeda kalimatnya, lalu melihat sepercik kertas kecil yang dia bawa.

"Perusahaan BBlish di depan sana?" Lanjut wanita itu menatap kontak mata Revan.

Pandangan pertama mata keduanya bertemu, semilir angin menghibas rambut wanita itu. Revan terpukau sekilas lalu mengangguk.

"Oh, silahkan masuk," suruh Revan.

Wanita itu mengangguk mantap. "Terima kasih!"

Lantas Revan kembali memajukan mobilnya, tanpa melihat wanita cantik di sampingnya. 

"Hari ini adalah hari pertamaku bekerja di sana. Dan dari yang aku dengar, Bossnya enggak galak sih, cuman mood hidupnya selalu berubah tak menentu macam hujan. Kadang baik, kadang galak. Kadang manis kadang juga pahit, aku sangat takut hari ini terlambat dan mood dia sedang buruk, bisa kau tambah kecepatannya?"

Revan mengangguk mengikuti permintaan wanita itu. Tanpa banyak komentar Revan menurut saja, ia tersenyum kecil dengan setiap kata yang keluar dari mulutnya.

"Kau mau kemana?" tanyanya.

"Ke kantor yang sama." Revan membalas acuh.

Wanita itu mengangguk paham saja.

"Berapa lama sudah bekerja di sana?" 

"Sekitar 4 tahunan."

"Katakan, bagaimana dengan bossnya. Apa sedang dalam mood buruk?"

"Aku tidak tahu, gak pinter juga menilai orang dari luar."

Revan terus melirik wanita di sampingnya, yang tak lain adalah Tiara. Ini adalah awal pertemuan mereka dan cinta di mulai dari pandangan tersebut.

Tiara keluar dari mobil Revan dan berlari masuk ke dalam kantor, dia menatap salah seorang rekan kerja barunya. Revan yang melihat tingkah Tiara yang buru-buru hanya diam heran.

"Apa aku telat? Boss sudah datang belum?" tanya Tiara dengan napas memburu.

"Telat sedikit, beruntung Pak Revan belum datang!"

Tiara menghela napasnya. "Syukurlah, habis citraku kalau aku terlambat di hari pertama."

"Makanya, ingat waktu!"

"Iya, maaf."

"Pak!" panggil orang itu membuat Tiara tegang sekaligus.

"Kamu ngapain?" bisik Tiara merasa terganggu.

"Pak!" ucapnya mengabaikan perkataan Tiara.

Tiara semakin gelagapan. Mampus! Apa dia akan di adukan karena terlambat di hari pertama? Sial.

Lalu seorang pria berjas rapi datang dari arah belakang Tiara.

"Iya, katakan."

"Sekertaris Bapak yang baru sudah datang," katanya sembari melirik Tiara.

Revan mengangguk tanpa melihat tatapan mereka. Ia sedang sibuk memasang jam tangan.

"Suruh masuk ke ruangan saya, ya," tukasnya berlalu pergi begitu saja.

Tiara melongo tak percaya dengan yang ia lihat barusan. Dia yang baru saja dia ajak nebeng adalah bossnya? Mampus!

Tiara menutup matanya kesal, ia merutuki kebodohan dirinya sendiri yang terus menjelekan bossnya. Padahal bossnya ada di sampingnya.

"Udah sana pergi," suruhnya.

"Awas aja, ya!" tegas Tiara membuntuti langkah Revan.

Sangat was-was dan takut jika Revan memarahinya karena ucapan lancang dirinya tadi di mobil.

Revan duduk begitupun Tiara. Mereka kembali saling  menatap.

"Jadi?" ucap Revan.

"Emmm ... maaf, Pak. Saya tidak tahu jika Bapak adalah Boss saya. Sekali lagi saya minta maaf," ucap Tiara sembari menunduk takut.

"Lupakan saja soal itu. Sekarang tugas kamu hanya mengatur jadwal meeting saya. Mempersiapkan berkas yang penting-penting dan jangan menelpon jika tidak penting. Paham?"

"Paham, Pak!" jawab Tiara dengan cepat.

Revan tersenyum. "Bagus, namamu siapa?"

"T-Tiara, Pak."

"Baiklah, Tiara. Silahkan pergi dan jangan buat kesalahan lagi."

Tiara mengangguk dan cepat keluar dari ruangan Revan. Tiara meremas jemarinya, ia sangat bersyukur mood Revan sedang baik lantas ia masih di terima kerja di sini.

'Apa aku seburuk itu di mata karyawanku?' batin Revan.

Tak lama kemudian, suara ketukan pintu terdengar. Revan melirik ke arah pintu dan menyuruhnya masuk.

"Kau lagi?" tanya Revan kaget.

Tiara cengengesan tak berdosa mendapat tatapan seperti itu dari Revan.

"Maaf, Pak. Tapi tas ku ketinggalan, hehe."

Revan melihat ke arah meja dan benar saja tas berwarna hitam itu ada di sana. Tiara mengambilnya dan sekali lagi!

Tatapan mata mereka kembali bertemu, buru-buru Tiara membuang muka menjauhi tatapan mata Revan. Setiap berkontak mata secara tidak sengaja, jantung Tiara maupun Revan saling berdebar. Wanita itu mempercepat langkahnya keluar dari ruangan, tapi kesialan sedang menimpanya.

Jepit rambut Tiara yang sebelumnya mengikat rapi rambut Tiara mendadak terjatuh, membuat rambutnya terurai cantik.

Sekilas Revan sangat terpukau dengan penampilan Tiara yang tanpa ikat rambut. Tiara yang ceroboh berusaha mengambil jepit rambut miliknya tapi tidak bisa.

Baju ber-rok pendek itu membuatnya sulit jongkok. Sadar jika Revan mendekatinya, Tiara berusaha terlihat baik-baik saja meski kini jantungnya berdegup kencang karena malu.

"Jangan terlalu buru-buru," ucap Revan sembari memberikan milik Tiara.

Tiara mengambilnya dengan kikuk. "Maaf, Pak. Hari ini saya sedang kacau."

"Tidak apa-apa. Lain kali jangan terlalu buru-buru, segala sesuatu yang di lakukan secara buru-buru tidak baik. Kecuali membayar hutang, itu sangat dianjurkan untuk buru-buru di bayar. Menikahkan gadis, memberi makanan terhadap tamu, itu baru harus di lakukan dengan buru-buru."

Tiara tercengang dengan penuturan Revan, ia tak menyangka jika bossnya juga seorang ahli agama juga.

"Hei," panggil Revan membuyarkan lamunan Tiara yang menatapnya sangat terpesona.

"Hei! Kamu!" panggil Revan sedikit keras. Tapi Tiara masih saja bengong.

Mungkin dia sedang halu merasakan menikah dengan Revan.

"Hei!" tukas Revan menyentuh pundak Tiara. Wanita itu terjengkang kaget lalu menatap Revan dengan gugup.

"A-anu, anu, Pak ...."

"Kamu kenapa gugup begitu? Are you oke?"

Tiara hanya mengangguk sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal.

Revan tersenyum. Dan untuk pertama kalinya Tiara melihat senyuman semanis itu, wanita itu semakin terpesona dengan Revan.

Tidak bisa di pungkiri, Tiara suka Revan sejak pandangan pertama.

"Pergilah, sekarang," titah Revan.

****

Sore hari, Revan pulang ke rumah setelah menyelesaian pekerjaannya di kantor. Dia mendapati Shanum yang sedang memasak di dapur untuk makan malam.

“Sayang!” panggil Revan sambil meletakkan tasnya dan menghampiri Shanum.

“Kamu sudah pulang, Mas?”

“Menurutmu?" ucap Revan menaikan sebelas alisnya.

Shanum tertawa kecil. Kemudian, mengambil satu potong manisan buatannya. Dia juga menyuapi Revan sang suami. Setelah menerima itu, Revan memeluk manja Shanum dari belakang. Kepalanya ia manjakan di pundak istrinya itu.

“Bagaimana pekerjaanmu di kantor?” tanya Shanum.

“Seperti biasa,” jawab Revan apa adanya.

"Biasa?"

"Hiyaa ... gak ada spesial di sana. Yang ada semua karyawan malah meledekku," ungkap Revan dengan lucu.

"Ha?" Shanum melirik ke arah suaminya sembari tertawa kecil.

"Mereka menyebutku boss yang buruk. Memanya aku sangat buruk, ya?"

“Tidak juga. Tapi ... aku pikir kamu akan menjadi bos yang sering marah-marah," ucap Shanum masih sibuk dengan masakannya.

“Begitulah. Semua karyawanku menganggap takut saat aku datang,” ucap Revan terdengar memelas.

“Memangnya kamu sering marahi?” tanya Shanum.

“Satu tahun saat kamu pergi dariku,” jelas Revan.

Shanum terkekeh. Ia mengelus pipi Revan lembut.

“Sekarang, jadilah bos yang baik, sayang. Tersenyumlah. Jangan sering marah-marah,” tutur Shanum sembari tersenyum.

"Nanti cepat tua, kan gak lucu baru dua tahun menikah, kamu udah tua!"ucap Shanum di sertai gelak tawa.

"Aku gak pernah marah-marah deh perasaan!" tolak Revan.

Revan melepaskan pelukan Shanum dan menatapnya kesal. Sejak kapan istri tercintanya jadi sangat menyebalkan. Revan cemberut lucu.

"Kamu emang gak pernah marah, cuma gimana, ya ... tatapan matamu itu sangat horror, jika seseorang melakukan kesalahan."

“Oke, oke sayangku, aku akan mencoba melakukannya. Mungkin sedikit sulit juga,” ujar Revan.

“Tapi coba beritahu aku. Bagaimana ekspresimu saat marah-marah? Selama ini aku gak pernah melihatnya,” ucap Shanum menatap suaminya.

“Aaah sayang. Kamu tahu aku gak bisa marah denganmu di saat seperti ini,” ujar Revan manja.

“Ya. Kamu hanya bisa mengatakan hal manis dan merayuku bukan? Dasar!” runtuk Shanum memukul dadanya pelan.

“Kamu sudah tahu itu."

“Udah, ah. Mandi sana,” usir Shanum.

“Kamu gak mau ikut denganku?” tawar Revan.

“Enggak."

“Ayolah!” paksanya sambil merengek.

“Sayang, kamu tahu penggorengan ini panas bukan? Mau mandi di sini dengan minyak panas?” ancam Shanum menatap Revan.

Revan tertawa. Ia langsung menyahut tas kerjanya dan berlari.

“Enggak Shanum. Terima kasih. Aku masih ingin hidup dengan wajah tampanku! ” Revan berteriak yang membuat Shanum terkekeh gemas.

Terima kasih sudah mampir, jangan pernah bosen baca di web elcoida, ya ....🤗
____________

Nah, manis banget kan hubungan Reshan sebelum datangnya pelakor.😁😂 Jadi ... masih mau Shabir atau mempersatukan Reshan?

Allah ta’ala telah menganugerahkan kepada kaum wanita keindahan yang membuat kaum lelaki tertarik kepada mereka. Namun syariat yang suci ini tidak memperkenankan keindahan itu diobral seperti layaknya barang dagangan di etalase atau di emperan toko.

Tapi kenyataan yang kita jumpai sekarang ini wanita justru menjadi sumber fitnah bagi laki-laki. Di jalan-jalan, di acara TV atau di VCD para wanita mengumbar aurat seenaknya bak kontes kecantikan yang melombakan keindahan tubuh, sehingga seolah-olah tidak ada siksa dan tidak kenal apa itu dosa. 

Benarlah sabda Rasulullah yang mulia dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, di mana beliau bersabda, “Tidak pernah kutinggalkan sepeninggalku godaan yang lebih besar bagi kaum lelaki daripada wanita.” (HR. Bukhari Muslim).

Komentar

Populer

Barang Apa Saja Yang Tidak Boleh Dikirim Lewat JNE, J&T, TIKI, POS Dan Yang Lainnya?

Daftar Nama-nama PO Bis Di Indonesia

Puisi Kemerdekaan

Daftar Nama-nama PO Bis Di Indonesia Dimulai dari Huruf M-Z



Sebuah situs yang berisi konten promosi, berita, informasi, pengumuman dll. www.elcoida.com media informasi kaya inspirasi.


About  |  Contact  |  Privacy Policy  |  Service  |  Disclaimer  |  Sitemap